Hay DAB... Salam dari JOGJA... Aku meh mbagi karya cerpenku iki... Yo aku ora sombong ning Iki juara 1 lho... Juara siji sak sekolahan.. Lumayan oleh duit rongatus ewu DAB.. HAHAHAHAHAHA.... langsung wae diwaca... iki yo mlebu buletin sekolahku.. ning malah urung terbit terbit jeee... nek arep ngopy dikei jenengku lho DAB... Copyright@2016 All rights reserved.
Tanpa Ada Kata “Mundur”
“Kita masuk lewat sini.” Kataku sambil menunjuk gambar cerobong asap disebuah berkas konstruksi bangunan gudang.
“Tidak… Itu terlalu umum. Lagian aku tak mau jadi belepotan angus diseluruh tubuhku.” tukas Teddy dengan raut muka yang selalu ingin kutertawakan.
“Lalu apa, Tedd?” Tanya Lisa diikuti tatapan tajamnya kepada Teddy. “Kau hanya mengkritik tanpa memberi saran” lanjut Lisa.
Aku rasa kali ini Lisa sependapat denganku. Karena kami memang suka parkour diatas atap-atap rumah. Meski kadang juga mendapati cemoohan dari beberapa penduduk.
“Ok… Arlson sang kapten akan berbicara, kawan. Jikalau memang usulku tadi tak diterima, maka kita akan mengendap-endap lewat pintu belakang gudang itu.” Usulku pada mereka.
“Tapi…” Ucap Lisa.
“Sebentar, Lisa. awalnya kita memang mengambil jalur atas.” Potongku pada Lisa.
“Namun, ketika kita sampai di rumah kedua sebelum memasuki lokasi gudang itu, kita akan turun. Aku pikir itu memang lebih baik daripada melewati cerobong asap.” Lanjutku.
Tampak Lisa langsung membuang muka dariku dan si boneka Teddy Bear seperti mendapati permintaan mobilnya yang dikabulkan. Aku rasa itu metafora yang cocok.
“Bagaimana dengan kalian? Frank, Hudson.” Tanyaku halus pada dua orang yang sibuk dengan kegiatan mereka sendiri. Frank yang selalu menatap layar laptopnya ketika kami sedang menyusun rencana. Begitu juga dengan Hudson yang selalu dengan novel-novel misterinya. Tetapi aku rasa mereka juga memperhatikan kami, buktinya mereka langsung mengangkat jempol kepada kami. Tak tahu apakah mereka janjian terlebih dahulu, namun mereka mengangkat dengan serentak.
“Yaps… Lanjut, kita hanya mempunyai dua rencana, A dan B. Karena apa, karena biasanya kita akan berhasil dengan rencana A saja. Memang tidak menutup kemungkinan bahwa kita harus memakai rencana B.” Kataku dengan menatap urut satu persatu dari anggota kami.
Kami adalah agen-agen rahasia dari negara ini dengan tugas yang dibebankan dipunggung kami yaitu menumpas dan memusnahkan perdagangan Narkotika.
Anggota dari tim ini memang masih berumur belasan tahun dengan berkedok pelajar. Jadi memang harus dimaklumi jika kadang kami menjadi labil.
Mulai dari aku, Arlson Kirchow. Seorang sosok yang dipercaya sebagai leader tim. Aku tidak begitu mahir dalam memakai senjata api. Tetapi dengan tangan kosong, kaki dan tanganku memang lebih kuat dari anggotaku. Bahkan jika mereka menyerangku bersama-sama.
Kedua, Alisa Irine. Cewek yang begitu cantik dan anggun. Berbeda ketika berada dimedan pertempuran, dia akan berubah menjadi seorang cewek yang sangat garang yang pernah kulihat. Dia tak pernah melepaskan syal rajut warna merah dari lehernya. Entah kenapa ia selalu menutupi lehernya dengan syal itu. Lisa sangat ahli dalam menggunakan pisau dan senjata tajam. Bahkan hampir tidak pernah meleset ketika dia melayangkan pisaunya ke sasaran. Justru itulah yang membuatku penasaran. Apakah memang matanya yang biru itu seperti scope sniper yang tak terbatas jaraknya.
Tidak hanya dengan senjata tajam yang dilemparkannya. Lisa memang seorang sniper yang jitu. Tidak jarang dia melindungi kami maju ketika duluan diarea musuh. Aku selalu jatuh cinta padanya saat mendapati momen itu. Yang membuatku terkesan ketika dia berdiri dari persembunyiannya kemudian memberitahuku bahwa area telah aman. Dengan rambut penjangnya yang diikat kebelakang dan membopong sebuah magnum sniper didepan badannya serta berdiri tegap.
Ketiga, Teddy Olson. Seorang cowok yang umurnya sekitar sembilan belas tahun. Spesialis riflegun dan sangat mahir dalam urusan menyetir apapun kendaraannya. Selalu menggunakan BMW GT-R ketika bepergian. Berbeda denganku yang lebih suka mobil klasik.
Keempat, Frank Richard. Seorang yang ahli dalam teknologi dan informatika. Pemrograman dan peretasan sudah menjadi keahliannya secara kelas pro. Kacamata unik yang selalu menempel didepan matanya. Apalah itu namanya. Sering dia sebut dengan google glass. Kayak kaca yang bisa nyala seperti layar ponsel itu.
Dan dari sekian anggota timku. Ada Hudson Reynald. Spesialis senjata besar. Barang bawaanya ya kayak machine gun, RPG, C4, dan banyak lagi. Tubunya juga sesuai dengan senjata yang dibawanya, besar dan kekar. Tak tertinggalkan Si Hudson ini dapat berdiri dengan dua tangannya. Walaupun dikiri kanannya adalah jurang dalam.
Sasaran kami kali ini adalah sebuah gudang misterius. Konon kata atasan kami, digudang itu terdapat timbunan ganja.
“Sebelum kita menginfiltrasi gudang itu, kita akan memindai gudang itu terlebih dahulu.” Kataku sambil mengetuk-ngetukkan pensil keatas meja meeting kami.
“Kapan kita berangkat?” Kata Frank sambil menggaruk kepalanya yang aku rasa dia tak punya kutu rambut dengan rambut yang cepak itu.
“Delapan jam dari sekarang, tepatnya jam duabelas malam nanti.” Sambil kulihat jam digital yang menempel dipergelangan tanganku.
“Siapkan peralatan dan tetek bengek lainnya yang kalian butuhkan.”
“Dan Frank, kau tentu tahu apa yang harus kau bawa. Laptop dan gerobak besi kita kamu yang bawa.”
Kali ini mereka hanya diam dan manggut-manggut saja. Seperti air yang hanya mengalir mengikuti arus. Tidak mencoba mengkritik. Tatapan mereka tetap tampak meyakinkan dan dapat dipercaya.
Tempat persembunyian kami kali ini berada disebuah puncak yang tak tinggi memang, namun kami dapat melihat gudang yang menjadi sasaran kami. Disekitar puncak ini dikelilingi rumah yang tak begitu padat. Letaknaya cukup jauh untuk sampai ke gudang itu dengan jalan kaki. Makanya kusuruh Frank untuk menyetir mobil kami nanti malam. Mobil kami tidak akan kami bawa sampai ditempat tujuan. Kami akan berjalan diatas atap rumah-rumah bekas penduduk untuk setengah perjalanannya. Mengantisipasi apabila ada tim patrol dari gudang itu. Dan jangan dibayangkan bahwa rumah-rumah ini masih ada yang meninggali. Semua kosong tanpa satu nyawa pun. Hanya kadang ada penjaga gudang yang berpatroli. Namun tetap saja bukan penduduk.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
“Waktu kita persiapan keberanagkatan lima menit dimulai dari sekarang. Go go go.” kataku walau tidak dengan nada tinggi seperti komandan yang menyuruh bawahannya. Kami disini setara. Tidak ada pangkat yang lebih tinggi. Itu menjadi aturan tim kami dalam bekerja. Aku sebagai leader hanya membantu memanage kerja kami saja.
Kami berada didalam mobil dan diluarnya malam yang pekat. Jika kutoleh kebelakang ada cahaya remang remang merah dari lampu belakang bercampur dengan debu.
Lisa memainkan pisaunya dan duduk dikursi belakang. Disampingnya ada Teddy yang menggenggam radio komunikasi. Entah apa maksudnya. Dan di kursi paling belakang terduduk Hudson tanpa kata-kata. Hudson menatap kosong keluar kaca mobil. Frank dan aku berada di kursi depan dan terus fokus di jalanan. Frank yang menyetir kali ini.
“Kapan kita akan turun dari mobil, Arl?” Tanya Lisa. memecah keheningan dalam mobil. Aku sedikit tersentak.
“Oh ya… dua menitan lagi kita akan turun dan melanjutkan dengan berjalan kaki. Diselingi dengan melompat juga. Heheh.” Aku tertawa tertahan.
Turun dari mobil langsung saja kami panjat sebuah rumah untuk sampai keatas atapnya. Tentunya sudah menkamuflasekan mobil kami.
Kami melompat dari satu rumah kerumah lain. Terasa mudah bagi kami kecuali bagi Hudson dengan tubuh besarnya. Dia harus mengambil ancang-ancang yang lebih jauh.
Berada ditengah pelompatan itu _pelompatan itu haha_ berada ditengah perjalanan kami mendapati sebuah truk boks yang lumayan besar lewat. Menuju arah gudang berada tentunya.
“Menurut kalian, apa yang ada didalam truk boks itu?” Aku bertanya pada timku. Seiring terus melanjutkan perjalanan.
“Aku pikir itu isinya beberapa ton sabu-sabu.” Jawab Lisa dengan ringannya. Padahal aku rasa sniper rifle yang digendong dipunggungnya tidak seringan ucapannya.
“Beberpapa ton sabu-sabu kau bilang, Lis? Aku pikir masih tidak memungkinkan.” Beberapa ton sabu-sabu. Pemiliknya harus begitu kaya. Pikirku.
“Kalo aku boleh usul, mungkin didalamnya ada konter minuman lengkap dengan bartender dan tempat duduk eksklusifnya.” Tukas Frank dengan sedikit tersungging senyum di wajahnya.
“Kalian ini hanya berkhayal saja.” Kata Hudson tanpa ekspresi.
“Setidaknya itu akan menghilangkan stres mereka, Hud.” Sambung Teddy menepuk pundak Hudson.
“Enak saja kau bilang bahwa kami stres, Tedd. Kami tidak.” Aku membela diri.
“Hei kawan, sasaran kita sudah didepan mata.” Kataku.
Gudang misterius itu sudah tidak jauh jaraknya dari kami sekarang. Aku mengeluarkan teropong untuk melihat lebih dekat gudang itu. Apa sih namanya yang untuk melihat jarak jauh itu? Yang lensanya ada dua.
“Frank, sekarang kau retas kamera pengawas gudang itu.!” Perintahku pada Frank.
“OK Sir…” Jawabnya.
“Lisa, kau cari tempat yang strategis untuk membidik. Kau akan ditemani Teddy. Selalu lindungi kami.” Tukasku pada Lisa.
“OK beiby.” Jawab Teddy. Lisa hanya mengangguk.
“Jangan kau panggil aku dengan itu. M-E-N-J-I-J-I-K-K-A-N.” Kataku kesal. Berbeda jika yang mengatakan seperti itu Lisa _hahahaha_ Teddy dan Lisa lenyap dari pandangan.
“Aku sudah dapat retasannya, kawan.” Tukas Frank padaku.
“Roger that, Frank.” Jawabku spontan.
Kuperhatikan beberapa view kamera pengawas gudang itu di laptop Frank. Disetiap view kamera ada seorang atau beberapa orang bersenjata. Namun yang membuatku heran adalah kamera yang menampakkan tempat parkir gudang. Disana terparkir truk boks yang kami lihat diperjalanan tadi.
Dari dalam truk keluar sekitar tujuh orang. Kelihatannya orang-orang itu dikeluarkan dengan cara yang kasar. Apa maksudnya itu? Apakah mereka adalah tawanan.
“Apa itu maksudnya, Hud?” tanyaku pada Hudson yang juga terfokus pada kejanggalan itu.
“I don’t know... Maybe they’re hostages. Tawanan kali ya. Tak tahu lah.” Jawab si Hudson sok Inggris.
“Aku pikir itu memang kejanggalan besar.”
Drrrrrrrttttt…. Drrrrrrttttt. Ponselku bergetar. Aku yakin itu telepon tapi dari siapa. Tengah malam begini. Kuambil ponselku di tas. Rupanya dari Mr. Smith.
“Ya hallo, Pak.” Kataku membuka pembicaraan di telepon.
“Gawat, Arl...!!! beberapa wartawan diculik dan ditawan oleh komplotan yang kalian kejar sekarang.” Suara Mr. Smith terdengar terengah-engah.
“Ok… Kami sedah melihat tawanan. Kami juga dalam pengintaian, Pak.” Jawabku tegas.
“Ubah tugas kalian jadi penyelamatan tawanan. Sekarang keselamatan tawanan lebih diutamakan.” Suara Mr. Smith sedikit terputus-putus diseberang sana.
“Siap, Pak.” Tegasku. Kemudian terdengar suara telepon ditutup. _Tut tut tut_
“Kalian sudah dengar itu, team?” tanyaku pada timku lewat radio. Aku tadi langsung menyalurkan telepon tadi ke radio komunikasi kami.
“Siap sudah.!!!” Jawab mereka serempak.
Aku, Teddy dan Hudson mengendap-endap memasuki kawasan gudang misterius itu. Sudah didalam pagar strimin tinggi dengan arus listrik menyertainya. Awalnya kami lubangi pagar itu dengan kaos tangan pemotong logam.
Lisa dan Frank berada ditempat persembunyiannya untuk selalu mengcover kami dari serangan musuh. Aku berjalan maju dengan jalur yang berbeda dengan Hudson dan Teddy. Kami bertiga berkumpul lagi dibelakang truk boks yang tadinya membawa tawanan.
“Kau harus lihat itu, Arl..! Melihat tawanan itu.” Kata Lisa di radio yang mungkin sedang memfokuskan scopenya kearah tawanan.
Tanpa berkata-kata langsung kuintip para tawanan dibalik kami bersembunyi. Mereka terduduk membelakangi komplotan bersenjata. Logikaku mengatakan bahwa mereka akan segera ditembak mati. Entah atas alasan apa. Mungkin para wartawan itu sebelumnya akan mengungkap tentang rahasia gudang misterius ini.
“Kau tahu apa yang harus kau lakukan, Alisa. Tembak para eksekutor itu sebelum mereka mulai meembak.” Perintahku pada Lisa.
“OK Sir… Laksanakan.” Perintahku disambutnya dengan baik.
“Dan Tedd, Hud… Kita menyerang maju setelah Lisa menembak para eksekutor sampah itu.” Cetusku sambil bersiap menyerang. Mengganti mode senapanku dengan mode burst. Cukup enak untuk membabi buta komplotan musuh.
“Aku mulai menembak, Capt.” Kata Lisa padaku masih dengan radio yang sedikit kurang jelas.
“OK.”
Suara tembakan yang tertahan mulai terdengar dari kejauhan. Efek peredam. Tanda Lisa sudah menarik pelatuknya.
“Ada sniper musuh.” Kata salah satu orang dari komplotan mendapati eksekutor mereka terbunuh. Tertembak dikepala. Nice work Alisa batinku.
Suasana dibalik kami bersembunyi menjadi sangat gaduh. Musuh berlari kesana kemari.
Aku juga mulai maju menyerang. Begitu juga dengan Hudson dan Teddy. Sambil terus membabi buta dengan machinegunnya, Hudson meneriakkan suaranya yang garang.
Beberapa menit kami telah melakukan baku tembak dengan para bajingan penunggu gudang. Beberapa dari mereka telah tumbang berlumuran darah.
“Makan ini, bajingan...!!” cetus Teddy melemparkan granat ke gerombolan musuh. _BUMMM_ Suara granat meledak terdengar keras. Cukup untuk meremukkan tubuh gerombolan musuh tadi.
“Nice job, bro.” Kataku sambil mengacungkan jempol pada Teddy.
“Itu memang patut mereka dapatkan.” Tambah Hudson.
Tak terasa kami telah membunuh sekitar dua puluh tujuh musuh. Mereka tumbang dengan nyawa yang sia-sia.
Agak merinding juga melihat mayat-mayat terbaring seperti itu. Ditambah sirine alarm yang mencekam dinginnya malam jam dua lebih lima menit.
“Kita bawa pergi para tawanan. Kita harus bergerak cepat. Mungkin akan ada pasukan musuh yang datang.” Kataku.
“Sebelumnya aku akan memasang beberapa C4 disana untuk meledakkan gudang ini.” Kata Hudson sambil menunjuk tabung gas yang berdiameter lima meter lebih. Entah gas apa yang ada didalam tabung itu. Kelihatannya akan menyebabkan ledakan dahsyat.
“OK.”
“Kita lepaskan tali tawanan, Tedd. Lalu kita bawa dengan truk boks disana.” Sesuai dengan mereka datang tadi. Pulangpun juga memakai truk boks. Karena memang juga darurat.
Terdengar suara rotor helikopter dari kejauhan ketika kami masuk truk. Sesuai dugaan itu pasti pasukan musuh yang datang lagi. Langsung kutancap gas menuju gerbang. Frank dan Lisa sudah menunggu kami ditempat persembunyian mobil kami berada tadi sebelumnya. Dalam perjalanan Hudson memencet detonator bom. Ledakan dahsyat terdegar dari kejauhan. Pekatnya malam dihiasi api kengerian dan kepulan asap serta puing-puing bangunan gudang yang terlempar. Suara helikopter masih mengejar kami.
Ngono wae DAB... yo nggandul ceritane... ning mungkin nek aku ra kesel le nulis yo sesuk kapan kapan tak terusne ... Ok.. dikomen lho ... di kritik... lan ojo lali di like nek iso di like...wes yaaaa.... posting iki wae sikik...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar